Seorang teman, beberapa hari yang lalu melalui chat, bercerita padaku tentang alasannya meninggalkan pekerjaan mapan dan bergengsi di sebuah perusahaan bonafit negeri ini. Dalam chat kami itu, temanku menulis begini :
"Seumpama perusahaan adalah sebuah jam raksasa, aku ini hanyalah salah satu komponen kecilnya. Memang adanya diriku membuat jam itu berjalan mulus, tetapi ketika aku tidak ada maka dengan mudah perusahaan menemukan orang-orang yang siap menggantikan aku."
Aku terhenyak membaca kata-katanya. Lalu ia melanjutkan :
"Pada saat aku harus bedrest selama 3 bulan setelah operasi aku mulai menyadari bahwa apa yang aku banggakan selama ini (gaji, kedudukan, perjalanan dinas ke luar negeri, fasilitas, hormat dari bawahan) sebenarnya semu dan pada kenyataaannya diriku tidak mempunyai apa-apa karena terlepas dari nama besar perusahaan semua kenyamanan itu bukan milikku lagi."
Ya, memang begitulah nasib karyawan. Semua yang bisa dinikmati adalah milik perusahaan yang bisa diambil jika karyawana itu tidak lagi menguntungkan perusahaan. Pikirku.
Temanku itu sekarang sudah yakin berada di jalur yang memang seharusnya dia berada, yaitu menjadi seorang ilmuwan.
Percakapan via Yahoo Messenger tersebut melekat kuat dalam ingatanku. Aku mulai bertanya-tanya apakah memang seorang manusia bisa dengan mudah digantikan manusia lain, seperti suatu komponen yang bisa digantikan komponen sejenis karena memang komponen adalah produk masal? Bukankah tidak ada dua orang yang sama persis bahkan anak kembar identik sekalipun? Bukankah selama ini aku percaya bahwa setiap jiwa adalah unik dan tidak ada duanya? Sebagai konsekuensinya maka seharusnya tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan seseorang secara tepat. Tetapi sepertinya hukum di dunia tidak seperti itu, terutama dalam dunia industri, kapitalisme, di mana sumber daya manusia tidak berbeda dengan aset-aset yang lain. Bisa bahkan harus bisa digantikan demi kelanggengan suatu organisasi.
Tidak mudah bagiku untuk menyelaraskan apa yang aku percaya tentang keunikan manusia dan kenyataan yang aku lihat. Tetapi ada satu jembatan yang bisa aku pakai yaitu pertanyaan dasar yang harus dijawab oleh setiap manusia karena pertanyaan ini selalu bergema dalam jiwa sampai manusia itu bisa menjawab dengan benar, yaitu : Mengapa aku ada di dunia ini?
Menjawab pertanyaan itu dengan mantap bukanlah pekerjaan mudah tetapi bukan tidak mungkin untuk menjawabnya. Diperlukan perenungan yang tidak sebentar, bahkan bisa memakan waktu seumur hidup. Lalu aku teringat pada beberapa nama seperti Mahatma Gandhi, Mother Teresa, Thomas Alva Edison, Dalai Lama, dan nama-nama lain baik yang terkenal maupun yang tidak banyak diketahui orang. Apakah mereka bisa menjawab pertanyaan dasar itu dengan yakin? Aku pribadi tidak meragukannya karena mereka adalah orang-orang yang tahu pasti apa yang harus mereka kerjakan dalam hidup mereka dan tidak takut menghadapi tantangan serta penderitaan yang menyertainya. Manusia dengan karakter seperti merekalah yang tidak tergantikan.
Aku percaya pada kemahakreatifan Tuhan Sang Pencipta sehingga setiap manusia yang boleh hadir di dunia ini adalah spesial, unik, bukan produk masal, tidak ada duanya, seperti yang tergambar dalam puisi dari seorang pujangga Yahudi beberapa abad sebelum Masehi :
Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku
Menenun aku dalam kandungan ibuku
Aku bersyukur kepadaMu
Oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib
Terima kasih, Tuhan, karena aku unik, tidak ada duanya, dan tak tergantikan di mataMu.
No comments:
Post a Comment