Sunday, June 14, 2009

Masa Hidup

Facebook memang luar biasa. Dalam waktu singkat aku bisa kontak lagi dengan teman-teman yang sudah lama berlalu dari hidupku. Mulai dari teman SD, SMP, SMA, kuliah, teman kerja di Surabaya, di Malang dan teman-teman lain. Salah satu kegiatan yang paling aku sukai adalah saling share foto-foto zaman dulu. Rasanya takjub menyadari ternyata ada dokumentasi diriku di masa lalu yang aku sendiri tidak punyai.

 

Membandingkan foto-fotoku dari satu masa ke masa lain, aku jadi bertanya-tanya, mengapa wajahku tidak pernah sama. Ada suatu masa di mana wajaku terlihat suram, tidak cerah. Sepertinya saat itu aku sedang mempunyai masalah berat yang aku sendiri sudah tidak ingat. Tetapi aku juga menemukan foto-fotoku yang sangat menyenangkan untuk dilihat. Wajahku cerah, bersinar, optimis, pokoknya semua yang positif ada di situ. Aku juga menemukan foto-foto di mana aku terlihat tanpa ekspresi, tidak gembira tetapi juga tidak sedih. Air mukaku terlihat datar saja.

 

Aku terdorong untuk membuka kembali kenangan dalam alam bawah sadarku tentang masa-masa di foto-foto itu. Setelah merenung sejenak aku bisa kembali merasakan apa yang aku rasa pada waktu foto-foto itu diambil. Ketika aku merasa sedih, gembira, maupun biasa-biasa saja.

 

Ternyata hidupku terbagi atas dua masa yaitu pertama, ketika aku berada di antara orang-orang yang tidak terlalu peduli apakah aku ada atau tidak ada di antara mereka dan aku dapati wajahku suram, tidak cerah. Ketika aku bisa tampil dengan wajah cerah, bersinar, optimis, aku sedang berada di antara orang-orang yang positif, orang-orang yang peduli akan diriku. Suatu lingkungan yang membuat aku mampu mengeksplorasi seluruh potensiku tanpa takut. Tempat di mana aku bisa tampil apa adanya tanpa kuatir dikucilkan.

 

Tentu saja aku ingin bisa tetap berada di lingkungan yang membuat aku cerah, tetapi seringkali aku tidak bisa memilih dengan siapa saat ini aku berada. Ketika beruntung aku berjumpa dengan orang-orang yang bisa menyuntikkan semangat dan optimisme dalam diriku. Membuat aku kembali disegarkan walaupun berbincang lama dengan mereka. Tetapi sering juga aku harus berada di antara kubangan pikiran-pikiran negatif yang berusaha meracuni aku secara perlahan-lahan. Orang-orang yang membuat aku lelah walau hanya 5 menit bersama mereka.

 

Agar memenuhi rasa keadilan aku pun bertanya pada diriku sendiri, orang seperti apakah aku bagi orang lain? Orang yang bisa membuat manusia lain menjadi cerah atau malah yang membuat wajah orang-orang di sekitarku menjadi suram? Untuk ini bukan aku yang berhak menjawab, melainkan mereka yang pernah bersamaku. Tentu aku berharap orang-orang itu tidak pernah menyesali hari-hari mereka denganku.

 

Terima kasih untuk orang-orang yang telah membuat hari-hariku bersama mereka menjadi cerah dan terima kasih pula untuk orang-orang yang belum mampu menggembirakan diriku ketika aku bersama mereka. Kalian tetap adalah harta karun yang tak ternilai harganya bagi hidupku.

 

Thursday, June 4, 2009

AKU SEEKOR KURA-KURA

Kadang aku mengeluh,

Mengapa aku seperti seekor kura-kura

Yang harus rajin mengayunkan langkahnya yang kecil

Untuk mencapai tujuan yang ingin kuraih.


Seandainya aku seekor kelinci,

Yang bisa melompat jauh dengan sekali lompatan,

Mencapai tujuan dengan mudah

Tanpa perlu memahami arti kesabaran.


Seorang bijak berkata,

“Lompatan tinggi berisiko jatuh lebih keras ke bawah.

Di mana kehancuran bisa terjadi.”


Akhirnya aku menyimpulkan,

“ Mungkin ada banyak jalan yang harus aku lalui,

Mungkin Tuhan ingin aku mengerti arti kesetiaan,

Mungkin Tuhan mau aku hidup lebih lama,

Karena itu aku seperti seekor kura-kura.”


(Terinspirasi dari dongeng The Hare and The Turtle)