Saturday, August 16, 2008

KENANGAN DALAM SE-TUBE OBAT JERAWAT

Seberapa sering kita mengabaikan orang-orang yang ada di sekitar kita? Seberapa sering kita tidak terlalu memperhatikan keluarga dan teman-teman yang berada di dekat kita? Sering bahkan sangat sering. Acapkali kita ‘take them for granted’ karena tanpa kita minta dan usahakan, mereka sudah berada di dekat kita, hIdup bersama dan kadang-kadang menjengkelkan kita. Kita baru mengerti arti kehadiran mereka, biasanya, setelah mereka tidak ada bersama kita lagi. Entah karena meninggal dunia atau karena pindah tempat tinggal. Begitu pun yang aku alami dengan mama.

 

Sepanjang ingatanku, aku dan mama tidak terlalu akrab. Memang kami berdua hidup di bawah satu atap selama kurang lebih 27 tahun. Tetapi bagiku tidaklah mudah untuk berbagi rasa dengannya. Ketika mulai menginjak remaja, pada saat aku mencoba mencurahkan isi hatiku kepada mama, beliau lebih sering memarahiku karena menurutnya apa yang aku pikirkan itu tidak baik dan nasihat yang diberikan mama bagiku seperti perintah dari seorang diktator kepada rakyat yang tidak berdaya. Akhirnya aku cenderung menutup diri. Komunikasi kami hanyalah sebatas urusan sehari-hari seperti makanan, pakaian, kebersihan rumah dan belanja. Pada saat aku menikah dan pindah ke kota lain, aku merasakan kebebasan yang selama ini tidak aku dapatkan di rumah. Tetapi sejak aku pindah, mama sering menangis karena merindukan aku. Cukup heran aku dibuatnya. Lalu aku dan suamiku pindah lagi ke pulau di ujung timur Indonesia ini.

 

Setelah dua tahun tidak bertemu, liburan natal dan tahun baru 2007 aku dan suamiku berkesempatan berlibur di rumah orang tuaku. Aku senang bisa bertemu mama dan papa. Entah mengapa ketika liburan itu aku merasa jengkel dengan perlakuan orang tuaku yang sepertinya menilai bahwa hidup kami kurang berhasil di mata mereka. Aku pun beradu argumentasi dengan papa sedangkan mama hanya mendukung papa. Karena jengkel aku memilih menghindar membahas masalah tersebut.

 

Suatu hari, di atas meja rias di kamar tempat kami menginap, aku menemukan obat jerawat berbentuk tube. Aku tahu ini dari mama karena melihat ada sebuah jerawat besar di pipiku. Mama tidak berani menyuruhku memakai obat itu. Beliau hanya menaruhnya di atas meja dan berharap aku melihat dan memakainya. Tetapi aku tidak menyentuhnya sama sekali karena kejengkelan yang masih menguasai hatiku. Aku merasa diperlakukan seperti anak kecil yang harus diberi ini dan itu, diperintah ini dan itu. Ketika kami pulang kembali obat jerawat itu aku bawa. Dua puluh lima hari setelah kepulangan kami, mamaku meninggal dunia karena kecelakaan.

 

Setiap kali memandang obat jerawat berbentuk tube pemberian mama itu, hatiku sedih. Betapa pun menjengkelkannya beliau bagiku, aku belum sempat mengucapkan terima kasih untuk kasih sayang, perhatian, pengorbanan mama selama hidupku bahkan untuk obat jerawat itu. Tetapi sudah terlambat untuk menyesalinya. Aku hanya bisa berdoa agar mama beristirahat dengan damai.

 

Waktu yang sudah berlalu tidak bisa kembali. Tidak selamanya apa yang menjadi milik kita sekarang akan tetap menjadi milik kita karena kita tidak pernah tahu kapan orang-orang itu akan pergi. Pergunakanlah setiap hari untuk mengucap syukur dan mencintai orang-orang yang ada di dekat kita.

Tuesday, August 5, 2008

Seandainya Yesus Mempunyai Ayah Jasmani

Orang Kristen percaya bahwa Yesus lahir tanpa ayah jasmani. Kita yang hidup jauh setelah Yesus percaya karena ada kesaksian tentang itu baik dari kitab suci maupun tradisi gereja. Tetapi mari kita tinggalkan sejenak bukti-bukti yang ada dan kita mencoba untuk berandai-andai tentang asal-usul Yesus. Mengapa Yesus tidak memiliki ayah jasmani? Mengapa Allah Bapa tidak mempergunakan sel sperma manusia tetapi hanya menggunakan sel telur Bunda Maria? Apa yang terjadi seandainya Yesus, Anak Allah, lahir seperti manusia pada umumnya dari pertemuan sperma dan telur manusia?

Seandainya Yesus mempunyai ayah jasmani mungkin ini yang akan terjadi: karena Yesus tumbuh menjadi anak yang luar biasa dalam hikmat dan kebijaksanaan, pasti ayahnya merencanakan masa depannya dengan lebih serius. Yesus akan masuk sekolah terbaik di Nazaret yang diasuh oleh para ahli taurat terkemuka dan tidak akan bekerja sebagai tukang kayu. Sang ayah akan mengatakan kepada Yesus untuk menjaga nama baik keluarga karena sebagai anak laki-laki Yesus menjadi penerus marga. Ayah dan ibunya akan mencari seorang istri yang baik untuknya supaya segera hadir cucu-cucu penerus generasi. Mereka tidak akan dengan mudah mengijinkan Yesus berjalan keliling, berkhotbah dan berkumpul bersama murid-muridnya dan orang-orang sederhana. Jika Yesus mempunyai ayah jasmani, dia tidak akan bisa dengan mudah berkata,”……Aku harus tinggal di rumah Bapaku; …….Makananku ialah melakukan kehendak Bapaku.” Karena kehendak orang tua seringkali berbeda dengan Bapa Surgawi.

Yesus sebagai seorang anak yang bertumbuh dalam keluarga kudus, tumbuh secara bebas untuk melakukan kehendak Allah Bapa yang sudah dirancang bagiNya sebelum kelahiranNya. Bunda Maria sebagai seorang perawan yang tidak berkuasa sedikitpun atas sel telurnya bisa dengan rela membesarkan Yesus untuk menjadi seperti yang Bapa inginkan. Santo Yusuf yang tidak mempunyai hubungan darah dengan Yesus, mampu menjadi seorang pemelihara dan pelindung tanpa menaruh beban di bahu Yesus kecuali tugas utama dari Bapa untuk Yesus. Sebagai orang tua, Bunda Maria dan Santo Yusuf sukses mengantarkan sang Anak – Yesus – untuk menjadi seseorang yang mengikuti panggilan hidupNya yang sejati.

Sebenarnya sebagai pria dan wanita, kita pun tidak berkuasa atas sel sperma dan sel telur yang kita miliki. Kita tidak bisa mengontrol dan mengaturnya untuk menjadi zygot, embrio, dan bayi . Jika suatu saat sel sperma dan sel telur kita berhasil menjadi seorang manusia baru, itu semua adalah pemberian dari atas (gifted). Apa yang diberi? Roh manusia. Kemajuan teknologi bayi tabung yang memungkinkan seorang dokter mengatur pembuahan dalam tabung tidak pernah mampu menjamin hadirnya seorang bayi karena sang dokter tidak memiliki roh manusia tersebut.

Para orang tua yang diijinkan untuk menghadirkan manusia-manusia baru hendaknya selalu mengingat dalam hati bahwa jiwa anak-anak mereka bukanlah berasal dari mereka.  Orang tua adalah busur dan anak-anak adalah anak panah. Yang Maha Kuasa adalah sang pemanah yang dengan bebas mengarahkan anak-anak panah sesuai kehendakNya yang sempurna. Setiap anak memiliki panggilan hidupnya masing-masing yang unik dan tidak pernah sama. Kebahagiaan sejati hanya bisa dialami oleh seorang anak jika orang tua mampu membimbing mereka untuk menjawab panggilan hidup mereka. Para orang tua hendaknya rela melepaskan anak-anak untuk mengambil jalan hidup sesuai dengan rancangan abadi Bapa Surgawi yang sudah ada sejak dunia dijadikan. Lalu bagaimana dengan masa depan orang tua di masa jompo mereka? Para orang tua hendaklah meneladani Bunda Maria yang menyerahkan hidupnya kepada Bapa sehingga ketika Yesus mati di salib pun, harapannya tidak hancur karena hidupnya tetap terpelihara ada atau tidak ada anak.

Seandainya Yesus mempunyai ayah jasmani, kemungkinan besar, jalanNya menuju Golgota akan terhalang, kematian dan kebangkitanNya bagi keselamatan umat manusia mungkin akan memakan waktu lebih dari 33 tahun masa hidup Yesus karena harus mengalami masa pergumulan antara mengikuti kehendak Allah atau kehendak orang tua. Terpujilah Bapa semesta alam yang tahu waktu dan kondisi yang terbaik bagi rencanaNya.

Manokwari, 05 Agustus 2008