Friday, December 31, 2010

MALAM TAHUN BARU 2011


Ketika masih tinggal di rumah orang tua, malam tahun baru selalu menjadi momen spesial buat keluargaku karena ayahku berulang tahun pada tanggal 31 Desember.  Seperti keluarga-keluarga lainnya, kami makan bersama untuk mensyukuri bertambahnya usia ayah dan menyambut kedatangan tahun baru. Aku masih berharap bisa berkumpul dengan orang tua dan adikku setiap tanggal 31 Desember. Tetapi hal tersebut menjadi sulit semenjak aku tinggal di Manokwari. Halangan utama adalah harga tiket penerbangan ke Surabaya yang mencapai puncaknya pada bulan Desember. Malam tahun baru 2007 aku menangis sedih karena merindukan orang tua dan adikku. Malam tahun baru 2008 kami sempat berkumpul  terakhir kali sebelum ibuku meninggal dunia. Malam tahun baru 2009 dan 2010 aku lewati di Manokwari. Menikmati kembang api yang meledak-ledak di udara hampir di seluruh kota yang membuat langit berasap dan rambutku terasa kaku seperti terkena hairspray.

Malam tahun baru 2011 ini aku merasakan sesuatu yang berbeda. Hatiku ringan, tanpa kerinduan akan suatu tempat yang lain tetapi aku merasa hadir sepenuhnya di mana aku berada. Bulan-bulan terakhir 2010 aku mulai bisa melihat langit biru di atasku ini indah. Bayangan pegunungan Arfak terlihat cantik dari jendelaku. Angin yang berhembus terasa sejuk menyentuh kulitku. Sinar matahari yang menerpa aku rasakan hangat, Tanah yang  aku pijak  seolah  menyatu dengan kakiku. Dan kehadiran orang-orang di sekitarku adalah sebuah berkat. Di malam tahun baru 2011 aku adalah orang yang beruntung. Bukan karena doaku di tahun ini banyak yang dikabulkan. Tetapi karena aku bisa melihat secara  berbeda segala sesuatu yang hadir dalam hidupku. Aku bersyukur karena akhirnya aku bisa peka merasakan bahwa Penciptaku selalu ada dalam kesempatan-kesempatan, peristiwa-peristiwa dan orang-orang yang menyapa aku setiap saat untuk memberikan yang terbaik yang aku butuhkan.   


Hari-hari yang akan hadir di tahun 2011 masih merupakan misteri. Aku hanya mampu membukanya detik demi detik. Karena itulah aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan menikmati setiap momen yang tiba di tanganku dengan sepenuh hati. Aku tidak akan menyia-nyiakannya dengan terjerat pada masa lalu atau melompat ke masa depan. Aku mau hidup di saat ini (present) karena hidup adalah hadiah (present).

“I’m going to live in the present moment and enjoy each activity for itself instead of always thinking about what is ahead of me.” – Wayne Dyer


Wednesday, December 8, 2010

BELAJAR DARI KESEMPATAN MENUNGGU


Taksi air yang tidak bisa ditentukan kapan datangnya, membuat kami dari Pulau Mansinam yang hendak ke Manokwari harus bersabar antara setengah sampai satu jam. Menunggu taksi air memberiku kesempatan untuk belajar sesuatu hari ini. Beruntung sekali pemandangan dari tempat tunggu taksi air ini bisa dikatakan spektakuler. Di depan kami terpampang lautan biru dengan pantai berpasir putih dan pohon-pohon kelapa yang eksotis. Di kejauhan kota Manokwari terlihat hijau karena Hutan Gunung Meja yang melatarbelakanginya.  Tetapi lebih dari semua pemandangan yang menyamankan mata itu aku mempunyai waktu yang cukup untuk mengamati anak-anak Pulau Mansinam yang sedang bermain.  Sebagian anak bermain lempar bola pasir dan sebagian lagi berenang. Permainan sederhana, tanpa biaya tetapi mampu memberikan kegembiraan dan kesempatan belajar bagi mereka.

Pandanganku tertumbuk pada seorang balita perempuan yang sedang bermain di air sendiri. Aku tidak melihat ada orang tuanya di sekitar situ. Balita ini terlihat sesekali bertepuk tangan jika salah satu dari anak-anak yang lebih besar yang sedang berenang juga melompat ke air. Mungkin salah satu atau beberapa dari mereka adalah kakak dari balita ini. Ternyata dia tidak sekedar menonton tetapi juga belajar berenang dengan caranya sendiri. Dia berbaring tengkurap menghadap ke pantai sambil menggerak-gerakkan kakinya yang tercelup dalam air. Aku terpukau melihat caranya belajar berenang. Sang balita perempuan itu memunculkan kecerdasan alamiah yang tidak terduga bagiku. Atau mungkin dia teringat kembali saat-saat berenang dalam cairan amniotik ketika  masih berada dalam rahim ibunya. Setelah bosan belajar berenang dia keluar dari air dan mulai bermain pasir. Anak-anak itu – yang bermain lempar bola pasir maupun berenang -  bermain dengan bebas dan tanpa beban. Menyenangkan sekali menjadi mereka.

Tidak terasa taksi air sudah tampak di depan mata. Sebentar lagi kami akan dibawa pulang ke Manokwari.  Menunggu memberiku kesempatan untuk belajar  melambat dari alam. Belajar tidak selalu melihat jam dan handphone. Belajar untuk hadir sepenuhnya pada saat ini (being present). Melatih diriku untuk hanya memikirkan apa yang dihadirkan di depan mataku dan tidak membiarkan pikiranku melayang pada urusan-urusan lain yang sebenarnya tidak mampu aku tangani selama aku menunggu.  Menepis segala rasa tidak sabar  yang hanya akan membuatku kehilangan kesempatan menyadari anugerah yang tersamar dari kesempatan menunggu.

Menunggu membuatku belajar untuk berserah, pasrah, dan mempercayai bahwa alam itu baik, bahwa Tuhan itu baik dan segala sesuatu akan hadir tepat pada waktunya.  

Wednesday, December 1, 2010

MY FRIENDS’ INSPIRING WORDS


Jika makanan itu penting untuk kelangsungan tubuh, maka kata-kata adalah makanan bagi jiwa. Sebuah buku suci pernah menuliskan bahwa manusia hidup bukan dari makanan semata tetapi dari kekuatan kata Sang Pencipta. Karena itulah jiwaku mencintai kata-kata mutiara/bijak/penyemangat/inspiratif sama seperti tubuhku menyenangi makanan. Aku suka membaca dan mengutip kata-kata, sampai-sampai aku mempunyai sebuah buku tulis khusus untuk kata-kata indah itu. Aku lebih suka menyalin kata-kata tersebut dengan tulisan tanganku daripada melakukan copy-paste karena ketika aku menuliskan kata-kata itu dengan tanganku sendiri aku merasakan keindahannya seperti mengunyah makanan dan merasakan kelezatannya sampai tetes terakhir.

Penulis yang paling sering aku kutip kata-katanya adalah Paulo Coelho, yang menyebabkan aku sempat dipanggil Ms, Coelho oleh seorang teman. Aku juga menyukai tulisan Dr. Wayne Dyer, Lao tzu, Buddha, Dalai Lama, Mother Theresa, Mahatma Gandhi, Ralph Waldo Emerson, Anne Frankl, Pramoedya A. Toer, dan Dewi Lestari. Bagiku mereka semua adalah sumber inspirasi dan semangat. Hanya dengan membaca dan meresepi kata-kata mereka, hariku bisa menjadi lebih cerah.

Tetapi terkadang aku merasa kata-kata mereka terlalu bagus untuk menjadi kenyataan dalam hidupku. Mungkin karena secara spiritual mereka jauh lebih tinggi daripada aku. Mungkin juga karena aku tidak mengenal mereka secara pribadi. Suatu hari di akhir Oktober, ketika sedang membaca blog milik Yosef Manik, tiba-tiba aku mendapat ide untuk mengutip kata-kata penyemangat dari teman-temanku sendiri. Lalu aku menetapkan mulai tanggal 1 November 2010 sampai 30 November 2010 aku akan menghadirkan satu kalimat inspiratif dari satu orang teman di status Facebook-ku.

Mengumpulkan 30 kata-kata inspiratif dari 30 orang ternyata mengasyikkan. Seperti membongkar sebuah lemari tua dan menemukan banyak barang berharga. Ada teman-teman yang memang berlimpah kata-kata inspiratifnya, terutama mereka yang suka menulis. Tetapi ada juga yang kata-kata inspiratifnya aku tangkap dari obrolan kami. Setiap hari aku memasang satu kata-kata inspiratif dari satu orang teman sambil menunggu respon, terutama dari orang yang mempunyai kata-kata tersebut. Beberapa teman-temanku itu mengatakan: kaget; tidak menyangka; kok bisa itu inspiratif?; kok iso ae Dewi iki?; Lupa kapan aku nulis kata-kata itu; Lagi kerasukan apa ya aku waktu nulis itu?.... hahaha, tapi yang paling banyak adalah terima kasih….

Ternyata kata-kata orang-orang yang aku kenal tidak kalah inspiratifnya dengan kata-kata orang-orang yang sudah terkenal. Dan perbedaannya aku merasa dekat dengan mereka. Banyak di antara mereka pernah berjumpa denganku di suatu masa. Atau setidaknya aku dan mereka hidup pada zaman yang sama dan menghadapi masalah global yang tidak jauh berbeda.

Kepada teman-teman yang sudah aku telusuri blog, wall, dan notes-nya aku ucapkan terima kasih. Begitu pula teman-teman yang aku ajak ngobrol dan secara tidak sadar aku kutip kata-katanya aku ucapkan terima kasih. Dari kalian aku mendapatkan banyak semangat, banyak inspirasi, dan banyak cinta. Aku bersyukur karena ternyata aku dikelilingi oleh para inspirator sehingga jiwaku tidak akan pernah kering.

30 hari, 30 kata-kata inspiratif, dan 30 inspirator:

1 Nov : "Don't make a woman fall for you, if you don't really want to catch her." -- Aàn P. Nirwana

2 Nov : "Ukuran orang lain pasti tidak pas untukku. Aku harus membuat ukuran yang nyaman bagi diriku sendiri. Karena ukuran IDEAL setiap orang berbeda. -- Retno Dewi

3 Nov : "Aku tidak punya bakat khusus. Aku hanyalah orang yang penasaran." -- Sani Sanjaya St

4 Nov : "Penderitaan itu datang untuk menempa diriku dan bukan untuk membuatku menjadi cengeng." -- Duhita Hayuningtyas

5 Nov : "Hidup akan lebih baik ketika empati ada." -- Ele Azhar Purba

6 Nov : "Berbahagialah orang tua yang bisa mendampingi anak-anaknya bertumbuh dan berkembang setiap hari, namun orang tua yang bisa berkembang bersama anak-anaknya dalam interaksi sehari-hari adalah orang tua yang bahagia, dewasa, dan puas." -- Maria Magdalena

7 Nov : Kita memang bukan orang suci, hanya mudah-mudahan kita semua tertarik pada kesucian dan mencintai kesucian." -- Agung Wahyu Nugroho

8 Nov : "Doa adalah sekeping kecil dari cinta yang luas, menguatkan, tanpa batas......" -- Mpi Ab

9 Nov :...tetap berpijak pada ajaran yang aku imani tetapi dalam jubah universal." -- Beny Kuncoro
10 Nov : "Belajar itu ada harganya." -- Imelda Rosa D

11 Nov : "I dream a time when my dice stops rolling. Will it ever happen? I guess I must've fallen into the very humane feeling of mankind: fear." -- Mikael Dian Teguh

12 Nov : "Dengan ketidaksempurnaan manusia, jangan pernah menuntut kesempurnaan dalam setiap hubungan, baik pertemanan maupun asmara, karena tidak ada yang sempurna di dunia ini...... " -- Agustini Handayani

13 Nov : "Masing-masing punya tiap-tiap dan tiap-tiap punya sendiri-sendiri." -- Abed Gultom

14 Nov : "Hidup dalam 'tidur' itu menyenangkan, tidak melelahkan dan tidak membuat konflik dengan orang lain. Tetapi hidup dalam 'bangun' itu membuat hidup lebih hidup." -- Aan Kartikasari

15 Nov : "Apa yang kau sebut dengan keindahan, ketentraman, kedamaian, kebahagiaan dan ketenangan itulah sejatinya surga. Dan apa yang kau sebut dengan kesengsaraan, kesedihan, keperihan, dan kekacauan pikiran, itulah sejatinya neraka. Kemunculan dari keduanya terserah padamu." -- Setyawan Budi Raharjo

16 Nov : "....daripada memikirkan bagaimana caranya saling menghancurkan dan saling membenci, bagaimana kalau kita belajar saling menerima keberbedaan dan berpelukan ?" -- Ira Logo

17 Nov : "Orang yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki segala sesuatu yang terbaik, melainkan mereka dapat berbuat yang terbaik dengan apa yang mereka miliki." -- Teguh Fery Saksono

18 Nov : " 一期一会 ICHIGO ICHIE - No days are exactly the same." -- Anis Karyawati

19 Nov : "Sebelum berbicara lebih jauh mengenai kondisi bangsa dan negara, apakah aku sudah melihat dan berempati pada orang-orang yang tiap hari ada dan berjuang di depan mataku?" -- Budi Wiratmo

20 Nov : "A translator....... creating beautiful phrases that will make readers feel they are reading original manuscript, not translated one... as original as it can be." -- Monica Dwi Chresnayani Leuwol

21 Nov : "Saat kita memilih jalan Cinta dan Pengabdian (The Path of Love & Service) kita pun mulai merasakan benang merah keabadian dari diri setiap oran yang kita jumpai, tak peduli akan atribut-atribut yang mereka atau lingkungan mereka pasangkan pada diri mereka." -- Dedy Wicaksono

22 Nov : ....... karena ada faktor X di luar jangkauanku.... aku cukup berusaha sebaik-baiknya, sekuat-kuatnya, setabah-tabahnya......" -- Vita Ellyati

23 Nov : "Rasa penasaran pada diri anak kecil membuat segala syaraf panca inderanya merekah. Nyaris apapun akan diingatnya...... maka berhati-hatilah bila berkata/bertindak di depan mereka." -- Buyung Kurniawan

24 Nov : "It's easy to think that we're the same, but actually we're completely different. We may like the same things, but what part of it do we like? We may hate the same things, but why do we hate it? See you see now, we're all very different, in a good way of course." -- Abigail Phoebe

25 Nov : "Life is ...... valuable but some of us don't realize." -- Yosef Manik

26 Nov : Jangan pernah takut apa yang kita hasilkan diambil atau diakui orang lain, karena hasil terbesar yang kita dapatkan adalah ketika apa yang kita hasilkan bermanfaat untuk orang lain, tidak peduli atas nama siapa." -- Setyo Utami

27 Nov : "Jika kebaikan menuntut kebaikan, layakkah itu disebut kebaikan?" -- Fransiskus Wicakso

28 Nov : "Perbedaan orang sabar dan yang tidak sabar hanyalah pada cara mereka memandang masalah dan waktu saja." -- Juni Fabian

29 Nov : "Have you smiled, today? -- Tonny Leonard

30 Nov ; "The past is not a phase that you have to erase. Masa lalu sepahit apa pun itu pastinya akan membantu kita untuk melangkah ke masa depan yang lebih baik." -- Novidya Nazyana Louisa Tobing

Tuesday, November 16, 2010

MERAJUT – KEGEMBIRAAN YANG POLOS DARI MASA KECIL


Ketika itu aku masih 9 tahun, masih senang-senangnya mengeksplorasi lingkungan sekitar termasuk  berkunjung ke rumah tetangga (dan baru pulang jika dipanggil). Di seberang rumahku tinggallah seorang oma. Aku memanggilnya Mak Nem. Setiap hari aku melihat Mak Nem merajut menggunakan hakpen (hook)nya yang terlihat ajaib (bagiku) karena bisa menghasilkan taplak meja, topi bayi, mantel, syal, kaos kaki, sarung tangan, baju boneka, tas, dompet hanya dengan menggerak-gerakkannya bersama benang. Aku terpesona dan memintanya mengajariku merajut. Mak Nem dengan murah hati meminjamkan sebuah hakpen, memberi benang, dan mengajariku merajut bahkan menghadiahiku beberapa baju boneka buatannya. Semuanya gratis. Dan aku kecanduan. Aku merajut demi kesenangan. Aku merajut karena melihat kegembiraan di wajah Mak Nem saat sedang  merajut.  

Setelah itu ada beberapa keterampilan yang aku coba kuasai. Mulai dari mengetik sepuluh jari, main piano, main gitar, main biola, menyanyi, bahasa Inggris, bahasa Mandarin, komputer, menyetir mobil, dan memasak. Semuanya tidak gratis dan aku mulai memikirkannya sebagai investasi. Minimal harus balik modal, lebih bagus lagi kalau bisa untung. Aku dinasehati untuk tidak menyia-nyiakan uang orang tua dan waktuku. Tetapi harus aku akui kegembiraan seperti ketika belajar merajut itu tidak aku dapatkan. Aku berhasil dalam mengetik sepuluh jari, komputer, bahasa Inggris dan menyetir mobil, tetapi untuk main musik, menyanyi, dan bahasa Mandarin aku merugi,  sedangkan memasak malah meninggalkan sedikit trauma.  

Pada saat melihat foto-foto hasil rajutan teman di Facebook aku rindu merajut lagi lalu aku terdorong mencari informasi toko yang menjual alat serta bahan merajut. Dalam waktu beberapa jam aku mendapatkannya dan tanpa ragu-ragu aku memesan yang aku butuhkan untuk merajut.

Aku tidak tahu akan jadi apa hasil rajutanku nanti. Bagus atau jelek, layak di pajang di album foto atau harus masuk tong sampah, akan mendapat pujian atau cemoohan. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin merasakan kembali kegembiraan yang polos dari masa kecilku di tengah-tengah belenggu pemikiran untung rugi yang menyesakkan ini.

Berhentilah untuk selalu meletakkan sebuah nilai mata uang di atas semua yang Anda miliki dan lakukan. Lepaskan kebutuhan Anda untuk mendapatkan suatu “transaksi menguntungkan” dan sebagai gantinya pilihlah untuk berbagi.
– Wayne W. Dyer

Thursday, November 4, 2010

MENYINGKIRLAH SEJENAK, MANUSIA………..


Seorang narasumber yang hadir di acara Apa Kabar Indonesia Malam kemarin (4 November 2010) mengatakan pernyataan yang  sangat menarik. Begini yang aku dengar (karena aku tidak menonton, tapi mendengarkan televisi) :

Untuk sementara orang-orang di sekitar Merapi menyingkir dulu dan memberi kesempatan pada Merapi melakukan aktifitasnya setelah 4 tahun tenang. Kita pakai istilah menyingkir, bukan mengungsi, karena kalau mengungsi kesannya kalah.”

Bagiku perkataan narasumber itu (seorang bapak yang aku lupa namanya) luar biasa.  Menunjukkan betapa beliau memahami Merapi. Aku menangkap kesan bahwa beliau tidak menganggap Merapi marah dan kejam kepada manusia yang hidup di sekitarnya tetapi memang sudah waktunya bagi Merapi untuk beraktifitas sehingga masyarakat yang harus menyingkir jika tidak ingin menjadi korban dari aktifitas tersebut.

Gunung Merapi dan gunung-gunung berapi lainnya memang mengerikan ketika meletus tetapi abu vulkanik yang tersebar di tanah adalah obat pemulih kesuburan yang sudah hampir habis digerus manusia. Banjir bandang terjadi akibat sebagian besar hutan yang tidak dijaga dengan baik, adalah tanda bahwa alam sedang mengamankan harta warisan (hutan dan isinya) generasi masa depan dari manusia-manusia serakah yang hidup saat ini. Begitu pula ketika gelombang besar dari laut yang masuk menghantam daratan merupakan peringatan bagi kita untuk menjaga hutan bakau dan terumbu karang – hutan tropis bawah laut – bagi anak cucu kita kelak. Bumi tidak mau generasi mendatang hanya bisa melihat ikan paus, gajah, singa, harimau, panda, beruang kutub, burung cenderawasih, burung hornbill dan sebagainya dari rekaman video yang kita buat saat ini.   

Ketika kita tidak lagi memandang bumi semata-mat a dari keuntungan ekonomi saja, maka kita tidak akan berprasangka buruk pada alam. Selama ini bumi tidak berkeberatan memberikan apa saja yang manusia butuhkan secara berlimpah dan menerima apa saja sampah yang dilemparkan manusia padanya tanpa mengeluh.  Alam tidak sedang marah, karena alam tidak bisa marah. Menurutku bumi kita sedang mengembalikan keseimbangannya demi kelangsungan kehidupan karena bumi mencintai kita, juga mencintai anak cucu kita.

Marilah kita lebih peka terhadap tanda-tanda yang diberikan oleh alam, baik tanda kecil maupun besar, dan tetap percaya bahwa alam ada demi manusia.  

(Renungan seorang pedagang buku yang beruntung bisa memandang  gunung dan langit dari meja kerjanya)

Sunday, October 24, 2010

BANGKAI SEEKOR KUCING DI TERASKU


Pukul 07.15 WIT aku keluar untuk menghadiri misa di Paroki St. Agustinus yang hanya berjarak 50 meter dari rumahku. Tiba-tiba mataku menangkap bayangan hitam di sudut teras. Panjang membujur, bergeming, berbulu, tanpa kepala. Aku cukup terkejut dan mengenali bahwa benda itu adalah bangkai seekor kucing yang menjadi korban pembantaian para anjing. 

“Nanti saja setelah pulang dari misa baru aku urus bangkai kucing itu,” kataku dalam hati.

Aku mengikuti misa dengan pikiran yang terus berputar memilih tindakan yang bisa aku lakukan. Sebenarnya aku jijik, geli, sekaligus kasihan pada kucing tak bernyawa itu. Dua tindakan yang sempat aku pikirkan adalah :
Pertama : “Aku akan mengambil cikrak dan sapu lidi untuk memindahkan kucing itu ke tempat pembakaran sampah.”
Tapi aku tidak tega mengangkat tubuh kucing tersebut dengan cara seperti mengangkat sampah. Bagaimana pun bangkai ini adalah seekor mamalia (manusia juga mamalia).

Kedua : “Aku akan mengambil beberapa lembar koran bekas untuk menutupi tubuhnya, lalu memasukkannya ke dalam sebuah karton dan kemudian menaruhnya di tempat pembakaran sampah. Tentu dengan memakai kantong plastik pada kedua tanganku dan masker penutup hidung.”

Aku memutuskan untuk melakukan tindakan yang kedua.

Sepulang dari misa, aku melihat bangkai kucing berada di tempatnya. Aku memutuskan untuk sarapan dulu sebelum melakukan aksiku itu karena aku kuatir jika nanti aku bakal tidak bisa sarapan setelah melihat bangkai itu dari dekat.

Selesai sarapan, aku sudah bersiap-siap, mental dan peralatan. Aku membuka pintu dan menuju ke lokasi.  Ternyata…….. bangkai itu lenyap! Hanya beberapa bulu-bulu hitam yang melekat pada lantai Aku bersorak kegirangan. Entah siapa yang telah memindahkannya. Yang pasti siapapun orang yang baik hati itu, dia adalah malaikat bagiku.

Terus terang saja selama di gereja aku tidak berdoa supaya ada orang yang memindahkan bangkai kucing tersebut. Aku sibuk memikirkan cara yang bisa aku lakukan sendiri. Kejadian ini membuatku teringat pada kata-kata : “Tuhan tahu apa yang kita butuhkan dan akan memenuhi kebutuhan kita itu tepat pada waktuNya. Bahkan sebelum kita memintanya.”

Jika untuk memindahkan bangkai kucing saja Dia bersedia menolongku tepat pada waktuNya, apakah aku harus terus mengkuatirkan hidupku?

Friday, October 22, 2010

THE PATH

If you hope to expand
You should first learn how to contract.

If you hope to become strong
You should first understand weakness in yourself.

If your ambitions are to be exalted
Humiliation should always follow.

If you hold fast to something
It will surely be taken away from you.

This is the operation of the subtle law of the universe.
The law of the universe is subtle,
But it can be known.

The soft and the meek can overcome the hard and the strong.
The true strength of a country or a person is not on the outside.
Just as fish cannot leave the deep
One must never stray from one's true nature......

(From The Complete Works of Lao Tzu, Translation and Elucidation by Hua-Ching Ni)

Thursday, October 21, 2010

YANG TEWAS ITU YANG JAHAT?


Sejak tanggal  5 Oktober 2010 – hari kedua setelah banjir bandang di Wasior – aku sudah menunggu pernyataan beliau yang satu ini di surat kabar. Tetapi sampai hari ini belum aku jumpai satu kalimat pun dari orang nomor satu di Kabupaten Wondama itu tentang bencana banjir bandang tersebut. Aku sungguh penasaran dan bertanya-tanya : Apakah beliau selamat? Mungkinkah beliau salah satu dari korban tewas yang belum ditemukan? Tetapi jika memang beliau termasuk yang dinyatakan hilang atau meninggal, pasti beritanya sudah tersebar. Tidak ada berita, tidak ada pernyataan –menurutku – beliau ada bae-bae saja.

Pagi ini ketika seorang wartawan radio bertandang ke toko buku rasa penasaranku mencuat lagi. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bertanya tentang beliau yang satu itu. Sang wartawan radio  mengatakan bahwa  Wondama-1 dalam keadaan sehat, selamat, tidak kurang suatu apapun dan sempat bertemu di kantor gubernur. 

“Lalu pernyataan apa yang beliau katakan tentang musibah di Wasior?” tanyaku

 “Di depan gubernur, beliau berkata dengan sedikit bangga bahwa orang-orang yang tewas itu adalah orang-orang yang berseberangan dengannya dalam pilkada lalu. Bahwa air bah itu seolah-olah memiliki mata dan hanya mengejar mereka yang tidak mencontreng nama beliau di pilkada lalu.” Begitulah cerita sang wartawan radio.

Sejuta kata makian bagi beliau sudah ada di kepalaku.  Untungnya lidahku tidak terbiasa mengeluarkannya menjadi kata-kata.  Aku hanya merasakan jantungku berdebar lebih keras. MIris, sedih, kecewa, marah.  Dan yang lebih mengguncangku adalah beliau menang lagi untuk periode yang kedua. Bagi beliau bencana itu tidak berarti apa-apa selain tanda hukuman bagi orang-orang yang tidak mendukungnya.

Mungkin aku memang berhak untuk marah, sedih, kecewa karena pernyataan beliau. Tetapi  bukankah pikiran seperti itu yang sering muncul di benakku ketika melihat sesuatu yang buruk menimpa orang lain?
Ada orang yang kecopetan atau dirampok atau kehilangan materi, aku bilang mereka selama ini serakah, tidak mau berbagi. Benakah?

Jika seseorang mengalami kecelakaan atau ditimpa penyakit berat, aku menduga bahwa mereka kurang beribadah. Pastikah?

Lalu apakah yang tewas dalam banjir bandang di Wasior itu hidupnya lebih jahat daripada yang selamat? Atau  yang selamat dari banjir itu hidupnya lebih suci daripada yang meninggal?

Apakah kebaikan atau keburukan yang datang dalam hidup manusia adalah sekedar bayaran dari apa yang sudah mereka lakukan selama ini?

Aku tidak tahu jawaban pastinya, tetapi hanya ini yang aku tahu : jika esok ketika ayam berkokok dan matahari terbit aku masih bisa membuka mata serta bernapas berarti masih ada tugas yang harus aku kerjakan dan kesempatan bagiku untuk memperbaiki diri.