Tuesday, November 16, 2010

MERAJUT – KEGEMBIRAAN YANG POLOS DARI MASA KECIL


Ketika itu aku masih 9 tahun, masih senang-senangnya mengeksplorasi lingkungan sekitar termasuk  berkunjung ke rumah tetangga (dan baru pulang jika dipanggil). Di seberang rumahku tinggallah seorang oma. Aku memanggilnya Mak Nem. Setiap hari aku melihat Mak Nem merajut menggunakan hakpen (hook)nya yang terlihat ajaib (bagiku) karena bisa menghasilkan taplak meja, topi bayi, mantel, syal, kaos kaki, sarung tangan, baju boneka, tas, dompet hanya dengan menggerak-gerakkannya bersama benang. Aku terpesona dan memintanya mengajariku merajut. Mak Nem dengan murah hati meminjamkan sebuah hakpen, memberi benang, dan mengajariku merajut bahkan menghadiahiku beberapa baju boneka buatannya. Semuanya gratis. Dan aku kecanduan. Aku merajut demi kesenangan. Aku merajut karena melihat kegembiraan di wajah Mak Nem saat sedang  merajut.  

Setelah itu ada beberapa keterampilan yang aku coba kuasai. Mulai dari mengetik sepuluh jari, main piano, main gitar, main biola, menyanyi, bahasa Inggris, bahasa Mandarin, komputer, menyetir mobil, dan memasak. Semuanya tidak gratis dan aku mulai memikirkannya sebagai investasi. Minimal harus balik modal, lebih bagus lagi kalau bisa untung. Aku dinasehati untuk tidak menyia-nyiakan uang orang tua dan waktuku. Tetapi harus aku akui kegembiraan seperti ketika belajar merajut itu tidak aku dapatkan. Aku berhasil dalam mengetik sepuluh jari, komputer, bahasa Inggris dan menyetir mobil, tetapi untuk main musik, menyanyi, dan bahasa Mandarin aku merugi,  sedangkan memasak malah meninggalkan sedikit trauma.  

Pada saat melihat foto-foto hasil rajutan teman di Facebook aku rindu merajut lagi lalu aku terdorong mencari informasi toko yang menjual alat serta bahan merajut. Dalam waktu beberapa jam aku mendapatkannya dan tanpa ragu-ragu aku memesan yang aku butuhkan untuk merajut.

Aku tidak tahu akan jadi apa hasil rajutanku nanti. Bagus atau jelek, layak di pajang di album foto atau harus masuk tong sampah, akan mendapat pujian atau cemoohan. Aku tidak peduli. Aku hanya ingin merasakan kembali kegembiraan yang polos dari masa kecilku di tengah-tengah belenggu pemikiran untung rugi yang menyesakkan ini.

Berhentilah untuk selalu meletakkan sebuah nilai mata uang di atas semua yang Anda miliki dan lakukan. Lepaskan kebutuhan Anda untuk mendapatkan suatu “transaksi menguntungkan” dan sebagai gantinya pilihlah untuk berbagi.
– Wayne W. Dyer

Thursday, November 4, 2010

MENYINGKIRLAH SEJENAK, MANUSIA………..


Seorang narasumber yang hadir di acara Apa Kabar Indonesia Malam kemarin (4 November 2010) mengatakan pernyataan yang  sangat menarik. Begini yang aku dengar (karena aku tidak menonton, tapi mendengarkan televisi) :

Untuk sementara orang-orang di sekitar Merapi menyingkir dulu dan memberi kesempatan pada Merapi melakukan aktifitasnya setelah 4 tahun tenang. Kita pakai istilah menyingkir, bukan mengungsi, karena kalau mengungsi kesannya kalah.”

Bagiku perkataan narasumber itu (seorang bapak yang aku lupa namanya) luar biasa.  Menunjukkan betapa beliau memahami Merapi. Aku menangkap kesan bahwa beliau tidak menganggap Merapi marah dan kejam kepada manusia yang hidup di sekitarnya tetapi memang sudah waktunya bagi Merapi untuk beraktifitas sehingga masyarakat yang harus menyingkir jika tidak ingin menjadi korban dari aktifitas tersebut.

Gunung Merapi dan gunung-gunung berapi lainnya memang mengerikan ketika meletus tetapi abu vulkanik yang tersebar di tanah adalah obat pemulih kesuburan yang sudah hampir habis digerus manusia. Banjir bandang terjadi akibat sebagian besar hutan yang tidak dijaga dengan baik, adalah tanda bahwa alam sedang mengamankan harta warisan (hutan dan isinya) generasi masa depan dari manusia-manusia serakah yang hidup saat ini. Begitu pula ketika gelombang besar dari laut yang masuk menghantam daratan merupakan peringatan bagi kita untuk menjaga hutan bakau dan terumbu karang – hutan tropis bawah laut – bagi anak cucu kita kelak. Bumi tidak mau generasi mendatang hanya bisa melihat ikan paus, gajah, singa, harimau, panda, beruang kutub, burung cenderawasih, burung hornbill dan sebagainya dari rekaman video yang kita buat saat ini.   

Ketika kita tidak lagi memandang bumi semata-mat a dari keuntungan ekonomi saja, maka kita tidak akan berprasangka buruk pada alam. Selama ini bumi tidak berkeberatan memberikan apa saja yang manusia butuhkan secara berlimpah dan menerima apa saja sampah yang dilemparkan manusia padanya tanpa mengeluh.  Alam tidak sedang marah, karena alam tidak bisa marah. Menurutku bumi kita sedang mengembalikan keseimbangannya demi kelangsungan kehidupan karena bumi mencintai kita, juga mencintai anak cucu kita.

Marilah kita lebih peka terhadap tanda-tanda yang diberikan oleh alam, baik tanda kecil maupun besar, dan tetap percaya bahwa alam ada demi manusia.  

(Renungan seorang pedagang buku yang beruntung bisa memandang  gunung dan langit dari meja kerjanya)