Friday, April 8, 2011

DIKTATOR DALAM DIRIKU

Membaca kata diktator membuatku membayangkan beberapa wajah seperti Ferdinand

Marcos, Soeharto, Musolini, Hitler, dan yang sedang populer sekarang Moammar Khadafi. Mereka disebut diktator karena beberapa alasan. Yang pertama mereka memegang kekuasaan untuk waktu yang lama. Kedua, mereka menggunakan kekuasaan itu untuk keuntungan diri dan keluarga mereka sendiri. Ketiga, mereka enggan turun dari tahta dan mereka tidak segan-segan menghabisi nyawa orang-orang yang mencoba mengusik kekuasaan mereka. Ada satu kesamaan universal dari para diktator tersebut, yaitu mereka jago memaksa. Tentu saja aku pribadi, sama seperti semua orang yang lain, tidak menyukai para diktator dan mendukung orang-orang yang berusaha mengakhiri kekuasaan mereka.

Seandainya.... seandainya lho..... aku ditakdirkan menjadi seorang pemimpin suatu negara, apakah aku juga mempunyai kecenderungan untuk menjadi diktator? Oh, pasti tidak! Jawabku mantap. Tunggu dulu......bukankah kadang-kadang aku juga suka memaksakan kehendakku kepada orang lain? Di atas tadi aku sendiri mengatakan bahwa sifat dasar seorang diktator adalah jago memaksa. Hehehe... iya ya.

Dalam bukunya yang berjudul Awareness, pada bab yang berjudul Keinginan untuk Mengubah Sebagai Suatu Keserakahan, Anthony de Mello mengatakan bahwa kita semua pada dasarnya memiliki sifat diktator. Sifat ini muncul ketika kita dengan segala macam cara berusaha untuk memaksakan sesuatu pada orang lain. Beliau memberi contoh : Pada saat seorang teman tidak lagi suka bersama kita, maka kita menjadi marah dan mengatakan teman tersebut egois, mementingkan diri sendiri, karena telah meninggalkan kita. Anthony de Mello menanyakan, siapa sebenarnya yang egois? Teman tersebut bukan egois, tetapi dia sedang jujur pada dirinya sendiri dan kita bahwa kebersamaan dengan kita sudah tidak dapat dinikmatinya. Yang egois adalah diri kita. Karena kita menuntut teman tersebut untuk tetap menikmati kebersamaan dengan kita karena kita masih menikmati kebersamaan dengannya. Kita menuntut orang lain untuk hidup dengan cara seperti yang kita anggap sesuai untuknya. Di mana sebenarnya cara hidup “yang sesuai untuknya “ itu adalah sesuai dengan seleraku, atau untuk kebanggaanku, atau untuk keuntunganku, atau untuk kesenanganku. Miripkan dengan para diktator itu?

Baik, Pastor de Mello , contoh Anda sangat jelas bagi saya. Dan tiba-tiba aku teringat akan semua “kediktatoran” yang pernah aku lakukan pada keluarga dan teman-teman dan juga “kediktatoran” yang pernah mereka lakukan padaku. Ternyata kami adalah sekumpulan diktator yang berusaha saling menguasai. Pantas saja dunia ini sulit menjadi damai.

Bersediakah aku melepaskan sang diktator dalam diriku agar aku bisa menikmati damai?

Berhentilah menjadi seorang diktator. Berhentilah memaksakan diri Anda untuk mendapatkan sesuatu. Kemudian pada suatu saat Anda akan mengerti bahwa hanya dengan "menyadari" Anda sudah mencapai apa yang Anda usahakan mati-matian. -- Anthony de Mello, S.J.

No comments: