mendapatkan buku-buku yang mereka butuhkan dan ketika akan membayar, sekali lagi, mereka bertanya padaku, "Bisa kasih naik harga?" Hahaha… rupanya tidak
mudah putus asa juga mereka berdua. Aku sudah bisa menjawab dengan santai, "Tidak bisa. Ini sudah tertulis bahwa kami tidak bisa membuat nota kosong dan
mengubah harga buku," sambil menunjukkan selembar pengumuman yang aku tempel di monitor komputer kasir. Ternyata mempunyai peraturan tertulis itu memudahkan
aku sendiri. Karena aku tidak perlu lagi beradu urat leher seperti waktu pertama kali mereka datang. Hari ini kedua orang itu berbelanja Rp 81.000,-
Setelah mencetak faktur, men-stempel, dan menandatanganinya aku menyerahkan
faktur tersebut kepada salah seorang dari mereka. Mereka berdua masih belum
beranjak dari toko bukuku. Kelihatannya sedang memperbincangkan faktur tersebut.
Mereka berbicara dalam bahasa daerah tapi aku menangkap kata-kata "dua ratus
ribu", dan "tip-ex". Lalu aku mencoba menafsirkan pembicaraan yang tidak aku mengerti itu begini, mereka sepakat untuk menaikkan harga sampai dua ratus ribu rupiah dan akan menggunakan tip-ex untuk menghapus harga yang sebenarnya. Wuih, dari Rp 81.000,- bisa menjadi Rp 200.000,- itu kira-kira 150% mark up-nya. Kalau Rp 1 milyar di-mark-up 150% bisa jadi Rp 2.5 milyar. Hehehe… Pantas para koruptor kaya raya.
Sebenarnya aku sedih memikirkan kedua orang itu – para guru SD dari pedalaman -
sudah terbiasa melakukan korupsi. Tapi aku tidak bisa melarang mereka. Aku hanya bisa tidak mau membantu mereka, bahkan aku sudah berniat tidak akan meminjamkan tip-ex ku pada mereka seandainya mereka meminta. Aku meyakini bahwa dengan tidak mau membantu tindakan mereka itu, aku sudah mencegah lahirnya seorang koruptor baru, yaitu diriku sendiri.
Personally I don't think solving corruption is such a big problem. ~Imran Khan~
No comments:
Post a Comment