pada wajahnya dan kemungkinan besar tidak bisa dipulihkan lagi akibat ledakan
gas elpiji 3 kg. Begitu juga dengan seorang bapak di Kemayoran yang kehilangan
istri dan anak-anaknya karena ledakan gas elpiji 3 kg (lagi). Aku mengetahui
semuanya itu dari acara Apa Kabar Indonesia Malam di saluran TVOne. Sang
reporter berusaha merekronstruksi kejadian ledakan tersebut dengan memasuki
rumah korban dan dapur tempat tabung elpiji berada ketika peristiwa naas itu
terjadi. Akhirnya sang reporter memutuskan untuk tidak memasuki dapur karena
merasa dapur itu terlalu sempit.
Secara pribadi, aku tidak berani memastikan apakah memang ada kesalahan di
tabung elpijinya atau kesalahan pada orang yang menggunakannya. Tetapi yang bisa
aku lihat dengan jelas bahwa sebenarnya rumah korban itu, terlebih lagi
dapurnya, tidak memenuhi syarat untuk menggunakan kompor elpiji. Dapur itu
hanyalah sebuah bilik kecil, yang kelihatannya lebih kecil daripada ruang tamu
mereka yang sudah kecil itu. Aku merasa dapur mereka tidak dilengkapi dengan
ventilasi yang memadai seperti sebuah jendela yang besar. Padahal di salah satu
iklan sosialisasi cara pemakaian gas elpiji untuk memasak, dikatakan : "Jika
tercium bau gas, matikan api dan bukalah jendela lebar-lebar." Bagaimana bapak
tersebut mau membuka jendela lebar-lebar, lha wong jendelanya saja tidak ada?
Yang dilakukan malah menceburkan tabung gas ke dalam gentong berisi air.
Ketika diceritakan bahwa istri dan beberapa orang anaknya yang tidak berada di
dapur ternyata terbakar lebih dahulu, aku juga tidak heran. Itu berarti gas
sudah menyebar ke seluruh rumah. Mungkin saja istri atau anak-anaknya sedang
menghidupkan peralatan elektronik dan tidak menyadari bahwa udara di rumah sudah
dipenuhi gas.
Melihat dari pengalaman di rumah orang tuaku sendiri, ibuku memakai kompor
elpiji kurang lebih 10 tahun sebelum beliau wafat dan belum pernah sekalipun
terjadi kebakaran di dapurnya. Selain ibuku seorang yang sangat berhati-hati
dengan api, kondisi dapurnya juga memiliki 2 pintu (mengarah ke dalam rumah dan
mengarah ke halaman belakang) dan penghisap asap tepat di atas kompor.
Kebijakan Pemerintah untuk melakukan konversi minyak tanah ke elpiji sudah
sesuai dengan kondisi keterbatasan sumber daya energi di dunia saat ini. Tetapi
sepertinya, Pemerintah lupa bahwa tidak semua masyarakat memiliki dapur yang
memenuhi syarat keamanan dan kesehatan bagi penggunaan gas elpiji. Mungkin
seharusnya calon pemakai kompor gas elpiji menjalani pengecekan kondisi dapur
terlebih dahulu oleh produsen tabung gas.
Sampai saat ini, orang Indonesia memang sangat kurang memperhatikan keselamatan
diri sendiri. Jika di angkutan umum saja sudah 'berani mati' tidak mengherankan
di dapur pun mereka bersedia mempertaruhkan jiwa raga demi mengisi perut
keluarga.
1 comment:
bagaimana bisa memenuhi syarat kalau pendidikan dasarnya tidak merata ya Wi :)
Rakyat butuh pembelajaran yg tepat bahkan ttg konsep rumah sehat :)
Miris ya
Post a Comment