Saturday, September 19, 2009

Mutiara Hidupku

Orang-orang yang biasa aku temui sering kulihat memiliki kegelisahan. Ketidaktenangan jiwa yang berusaha mereka tenangkan dengan berbagai rutinitas dan kesibukan sehari-hari. Jika sedang bekerja, mereka berharap akhir pekan segera tiba. Ketika berada di akhir pekan pun orang-orang itu tidak terlalu menikmati karena besok sudah harus bekerja kembali.

Liburan panjang adalah hari-hari yang mereka tunggu. Banyak rencana yang sudah dibuat untuk menyegarkan kembali jiwa dan raga setelah penat dan jenuh bekerja. Tetapi ketika hari-hari libur itu tiba dan berlalu dengan kecepatan yang tidak pernah diduga, kesegaran jiwa dan raga tidak jua dicapai. Yang ada hanyalah kelelahan karena baru pulang dari bepergian ke tempat-tempat yang jauh.

Pekerjaan yang mereka jalani sekarang bagi mereka adalah pekerjaan ‘terpaksa’ yang suatu saat akan mereka tinggalkan jika : mendapat pekerjaan yang membayar mereka lebih baik, pensiun, PHK, atau mati. Sungguh suatu kondisi yang menyedihkan, orang-orang ini menyerahkan 8-9 jam waktu mereka dalam sehari untuk suatu kegiatan yang sebenarnya tidak ingin mereka lakukan. Apa bedanya dengan kerja paksa di jaman penjajahan ya? Ada beberapa orang yang berani mengambil tindakan ekstrim dengan tetap dalam kondisi sebagai ‘pengacara’ a.k.a pengangguran banyak acara dengan alasan belum mendapat pekerjaan yang sesuai minat mereka. Biasanya yang termasuk dalam golongan ini adalah para lajang atau suami istri yang pasangannya juga bekerja dan belum memiliki anak-anak atau orang-orang yang memiliki orang tua murah hati yang tidak berkeberatan ditumpangi tidur dan makan.

Setiap hari mereka bangun dengan kekesalan di hati karena harus pergi ke tempat dan mengerjakan hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu mereka minati. Mereka menggunakan rasa tanggung jawab kepada keluarga sebagai pendorong yang membuat mereka mampu bangun dari ranjang dan segera bersiap untuk bekerja. Meskipun dalam hati mereka berharap bahwa anak-anak segera dewasa dan mandiri sehingga mereka tidak perlu lagi bekerja keras membiayai anak-anak itu.

Jawaban dari pertanyaan : di mana aku mendapatkan kepuasan hidup? terus-menerus berdengung dalam hati orang-orang malang ini. Mengapa tidak ada tempat yang bisa membuat mereka benar-benar hadir tubuh, jiwa, dan roh seutuhnya sehingga mereka tidak lagi memimpikan negeri di awan yang lain? Salah satu dari orang-orang itu adalah aku.

Pada saat aku berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana teknik seharusnya aku puas. Tetapi kenyataannya aku merasa kosong dan tidak memiliki kemampuan apa-apa untuk bekerja di bidang ini. Seperti para sarjana yang lain aku mulai mengirimkan CV dan surat lamaranku ke berbagai perusahaan yang menayangkan iklan lowongan kerja mereka. Ketika mendapatkan pekerjaan itu aku hanya merasa senang sekitar 4-6 bulan. Setelah itu rasa jenuh mulai merasuki hatiku dan aku kembali bertanya : adakah tempat yang lebih baik di luar sana? Aku kembali mengirimkan CV dan surat lamaran ke institusi lain. Walaupun akhirnya aku berhasil pindah, siklus kejenuhan itu kembali melanda. Bagaikan hidup dalam kutukan yang aku tidak tahu kapan akan berakhir. Aku bekerja karena aku merasa harus membiayai hidupku sendiri agar orang lain tidak memandang rendah diriku. Meskipun ruang kosong dalam hatiku terus-menerus menganga, haus akan sesuatu yang aku sendiri tidak tahu bagaimana memuaskannya.

Saat ini aku mengelola sebuah toko buku kecil (berukuran 6 x 10 m), di sebuah kota kecil (berpenduduk sekitar 150.000 jiwa), di daerah yang bisa digolongkan terpencil di wilayah Indonesia (Manokwari, Papua Barat). Sebuah pekerjaan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Aku bekerja mulai jam 09.00 – 13.30 WIT dan dilanjutkan pukul 16.00 – 21.30 WIT didampingi pasangan hidupku. Dari Senin sampai Sabtu dilanjutkan hari Minggu buka sore hingga malam saja. Suatu durasi kerja yang melampuai jam kerja standard para karyawan. Tidak ada istilah libur akhir pekan, libur lebaran, libur natal – tahun baru, libur imlek, libur paskah dan libur-libur yang lain. Toko kami buka terus. Tetapi aneh bin ajaib aku, pribadi, tidak merasa jenuh dan penat. Aku betah berjam-jam di toko, mengelap debu yang menempel di buku-buku, mengatur susunan buku-buku di rak sambil berdoa untuk buku-buku yang sudah lama terpajang di rak tetapi belum laku - seolah-olah aku berdoa bagi gadis-gadis agar segera mendapatkan jodoh mereka. Aku menikmati sebagai kasir melihat pengunjung menemukan buku-buku yang mereka butuhkan dan membayar tanpa ragu-ragu agar bisa membawa pulang sumber pengetahuan tersebut. Sering ku dapati diriku tersenyum kegirangan ketika berkoli-koli buku baru tiba. Sementara aku membuka karton-karton besar itu aku seperti membuka kotak ajaib yang akan memunculkan berbagai kejutan. Aku bersyukur karena saat ini aku bisa membeli buku dalam jumlah besar, membaca yang ingin aku baca, dan tetap bisa menghidupi diriku serta keluargaku. Pada saat aku bekerja di toko buku aku merasakan Sang Pemberi Hidup Maha Bijaksana hadir yang secara ajaib memberitahukan apa yang penting untuk aku lakukan pada hari itu dan mengingatkan aku ketika ada langkahku yang salah. Aku menemukan surga yang tidak perlu ku cari kemana-mana. Bagiku inilah pekerjaan yang ingin aku lakukan sampai kapan pun tanpa ingin mencari yang lain. Kekosongan yang menganga dalam jiwaku lenyap sudah. Apakah ini panggilan hidupku? Aku yakin inilah tugas dan pelayanan yang harus aku kerjakan seumur hidup. Aku merasa beruntung karena aku telah menemukannya walau membutuhkan 16 tahun bagiku untuk mendapatkan mutiara ini. Permata yang terlalu berharga untuk aku sia-siakan.

3 comments:

anita said...

pertamaxx ...
absen dolo ah!

aku juga kalo stres, dibawa baca buku. dgn membaca aku bisa berkelana kemanapun, tertawa atau menangis ...

aku heran ada orang yg tak suka membaca ky yayangku. Dia jg heran ada orang kutu buku kek aku, atau melihatku tertawa dan menangis sendiri saat membaca

aku musti mikirin cara bikin toko buku sendiri, ha ha ha

Dewi said...

Menurutku sebenarnya semua orang suka membaca tetapi mungkin materinya yang berbeda-beda. Apa yayangmu suka baca komik?

anita said...

nyaris semua buku dia ga sentuh! termasuk buku TI, hikss. padahal kan selalu ada yg baru tiap saat dan dia hrs update pengetahuannya demi pekerjaan. tetep dia ogah ...

dia cuma mau buka BCA ma panin OL, bwat cek kurs, ha ha ha

komik juga dia ogah! stensil juga dia males katanya ... hi hi hi