There is a terrible hunger for love. We all experience that in our lives – the pain, the loneliness. We must have the courage to recognize it. The poor you may have right in your own family. Find them. Love them.
(Mother Teresa)
Kata-kata Mother Teresa ini sangat mengusik hatiku. Ada suatu kelaparan yang harus saya usahakan untuk dikenali. Bukan kelaparan akan makanan dan minuman tetapi kelaparan batin. Yaitu kelaparan akan kasih yang terjadi pada orang-orang di sekitarku, dalam keluargaku. Saya mencoba memperhatikan sekelilingku. Benarkah ada orang-orang kelaparan yang harus aku kenali? Bisakah aku mengenali mereka? Apakah saya selama ini hanya memikirkan diri sendiri karena aku juga kelaparan?
Saya mulai meneliti setiap orang yang tinggal serumah dengan saya. Di rumah besar ini ada ayah dan ibu yang sudah memasuki usia senja, dua pasang suami istri di mana para suami adalah anak-anak dari pemilik rumah ini, seorang anak laki-laki dan perempuan yang belum menikah, dua orang cucu, – laki-laki dan perempuan - tiga orang keponakan yang bekerja pada pemilik rumah.
Meskipun kami belum pernah mengalami kelaparan perut tetapi harus saya akui setiap anggota keluarga ini mengalami kelaparannya masing-masing. Yang paling umum adalah kelaparan akan penghargaan dan rasa berhasil. Kelaparan ini menimbulkan sikap menyombongkan prestasi baik di masa lalu maupun sekarang - dengan harapan agar dipuji - dan memandang rendah orang lain.
Kelaparan yang berikutnya dialami oleh para istri yaitu kerinduan akan perlakuan lemah lembut dari para suami. Kata-kata yang kasar dan merendahkan dari para suami mampu mengeringkan jiwa istri-istri mereka. Membuat para wanita ini merasa tidak cukup berharga untuk dicintai sehingga muncullah berbagai usaha yang melelahkan untuk mendapatkan cinta itu.
Anak-anak kecil merindukan orang tua yang rukun dan saling menyayangi. Mereka juga mendambakan ayah dan ibu yang tidak mudah memarahi dan memukul jika anak-anak melakukan kesalahan yang tidak disengaja. Orang tua yang bersedia memaafkan dan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertumbuh melalui kesalahan-kesalahan yang mereka buat.
Para pekerja menginginkan pekerjaan yang menjanjikan masa depan lebih baik, jam kerja yang teratur, penghasilan yang tidak mengecewakan dan hari libur yang sesuai. Bukan kata-kata dan perlakuan manipulatif yang selalu menekankan bahwa mereka bekerja bagi keluarga sendiri sehingga menimbulkan perasaan bersalah jika mereka menginginkan pekerjaan yang lebih baik di tempat lain.
Sekarang saya sudah mengenali kelaparan-kelaparan yang terjadi di sekitar saya. Langkah berikutnya adalah menemukan mereka dan mencintai mereka. Bagaimana caranya? Untuk kelaparan akan penghargaan, saya bisa memberikan penghargaan yang tulus kepada setiap orang sekecil apapun keberhasilannya. Untuk kelaparan akan kelembutan, saya akan berusaha selalu bersikap lembut dan tetap menghargai bagaimanapun menjengkelkannya orang itu. Untuk kelaparan anak-anak kecil dan pekerja, saya belum bisa berbuat apa-apa secara langsung karena mereka tidak berada di bawah otoritas saya. Tetapi tidak ada yang mustahil melalui doa. Saya akan berdoa bagi mereka agar Tuhan sendiri yang memenuhi kelaparan-kelaparan mereka.
Lalu bagaimana dengan kelaparanku sendiri? Saya percaya bahwa dengan memenuhi kelaparan jiwa orang lain, jiwa saya sendiri akan dikenyangkan karena kasih yang dibagikan tidak akan pernah habis tetapi akan berkembang berlipat ganda.
Tuhan sumber segala kekuatan, mampukanlah aku yang lemah ini.
31 Juli 2008