Mbak Tini bekerja pada orang tuaku sejak Desember 1991 ketika kami mulai menempati rumah di Waru-Sidoarjo . Saat itu dia baru saja 'melarikan diri' dari perjodohan yang dipaksakan keluarganya. Dari awal bekerja, mamaku sudah merasa cocok dengannya sementara mama sendiri telah bertahun-tahun menjadi ibu rumah tangga tanpa pembantu. Pada saat mama meninggal dunia pada 28 Januari 2008, Mbak Tini sudah 18 tahun bekerja.
Dari cerita-ceritanya aku baru mengetahui bahwa Mbak Tini sangat menyayangi mama sehingga tidak pernah terbersit sedikit pun untuk keluar dan mencari majikan baru karena Mbak Tini merasa mamaku memperlakukannya dengan sangat baik.
"Mama Dewi (begitu dia menyapa mamaku) itu selalu mengingatkan saya untuk makan meskipun Mama sedang berada di mall bersama teman-temannya. Saya merasa punya orang tua lagi," begitu kata Mbak Tini kepadaku.
Sekarang, ketika aku sementara 'menumpang' di rumah papa bersama Louis, Mbak Tini melayani kami dengan sangat baik. Aku benar-benar terbantu olehnya. Bukan hanya urusan makanan & pakaianku, Mbak Tini juga siap menggendong Louis jika menangis sementara aku masih di kamar mandi.
"Karena Louis ini cucunya Mama Dewi maka saya sayang," kata Mbak Tini.
Mengamati Mbak Tini aku teringat pada hukum tabur tuai. Kebaikan yang ditaburkan mama kepadanya ternyata dituai olehku dan Louis. Mbak Tini memang tidak sempat merawat mama ketika terbaring koma di Samarinda setelah tertabrak sepeda motor. Dia menggantikannya dengan merawat anak dan cucu mama. Aku semakin menyadari kebaikan yang dilakukan seseorang tidak pernah sia-sia. Bila bukan orang tersebut yang menuai pasti orang-orang terdekatnya yang akan menikmati buah dari kebaikan itu.
Tetaplah berbuat baik.
Remember there's no such thing as a small act of kindness. Every act creates a ripple with no logical end -Adams
No comments:
Post a Comment