Iman manusia kepada Sang Pencipta adalah bagaikan batu karang tempat berpijak ketika gelombang kehidupan menerpa. Tetapi kekuatan iman itu juga diuji oleh gelombang kehidupan. Hidup memang tidak pernah bisa diduga. Apa yang akan terjadi bisa saja tidak sesuai dengan rencana dan harapan. Suatu hari ketika tiba giliranku menerima terjangan gelombang kehidupan yang paling kuat dalam sejarah hidupku batu karangku goyah. Gelombang itu begitu tinggi sehingga batu karang tempatku berpijak tenggelam dan aku yang berdiri di atasnya seperti hendak hanyut bersama gelombang itu. Ketika aku hampir menyerah dalam kekuatan yang aku pikir melebihi kekuatanku seorang sahabat, Retno, membantuku untuk menemukan kembali imanku.
Bertemu pertama kali dengannya, ketika aku sedang berkunjung ke rumah sepupu calon suamiku, tidaklah meninggalkan kesan apapun. Yang aku tahu Retno adalah seorang aktivis organisasi PMKRI Surabaya dengan seabrek kegiatan. Bersahabat dengan seorang aktivis organisasi bukanlah pilihan yang menarik saat itu karena bagiku seorang aktivis lebih banyak ngomong daripada kerja. Ternyata itu tidak terjadi pada diri Retno. Dia seorang organisatoris matang yang mampu berkomunikasi dengan berbagai tipe orang. Kalau aku mengeluh tentang sulitnya masuk ke lingkungan baru, Retno berkata,”Wi, mengembiklah jika berada di tengah-tengah kambing dan mengeonglah jika berada di tengah-tengah kucing.” Itu nasihatnya supaya bisa diterima di tengah-tengah komunitas baru. Dan aku hanya menjawab iseng,”Bunglon dong!” Walau begitu aku bisa menyetujui saran itu.
Di balik sosoknya yang aktif dan percaya diri ternyata imannya bahwa Yesus Kristus selalu memberikan yang terbaik sangatlah dalam dan kuat. Kala itu hpnya sering penuh dengan sms-sms keluhanku yang sehari bisa sampai sepuluh kali. Jawaban-jawabannya selalu membuatku terdiam dan merenungkan hidupku.
Selain itu Retno menyarankan aku membaca buku-buku karya Tenney dan Joel Osteen yang begitu memotivasi dalam menjalani kehidupan yang sulit. Sampai dia rela meminjamkan buku-bukunya kepadaku yang tinggal di Manokwari ini. Suatu hari aku bertanya,”Kok jawaban kamu selalu pas dengan pergumulanku, sih?” Aku sering dibuatnya heran. “Karena aku bertanya dulu pada JC (Jesus Christ) sebelum menjawab,” begitu katanya.
Sedikit demi sedikit aku menemukan kembali imanku, batu karangku, yang ternyata tidak pernah hilang dari diriku. Hanya gelombang tinggi itu telah menutupinya dan mataku terlalu rabun untuk melihat apa yang tidak kelihatan walaupun sebenarnya ada.
Untuk mbak Retno (dia pernah komplain aku panggil ‘mbak’ karena gak mau keliatan tua, he he he) terima kasih telah menjadi salah satu oaseku di tengah padang gurun yang harus aku lalui. Kamu selalu mengatakan bahwa ketika kita menderita dan mendapatkan penghiburan tujuannya adalah supaya kita bisa menghibur orang lain yang mengalami kondisi yang pernah kita alami. Sekarang aku siap untuk menjadi berkat bagi orang lain seperti dulu kamu menjadi berkat buatku.
No comments:
Post a Comment