Seorang narasumber yang hadir di acara Apa Kabar Indonesia Malam kemarin (4 November 2010) mengatakan pernyataan yang sangat menarik. Begini yang aku dengar (karena aku tidak menonton, tapi mendengarkan televisi) :
“Untuk sementara orang-orang di sekitar Merapi menyingkir dulu dan memberi kesempatan pada Merapi melakukan aktifitasnya setelah 4 tahun tenang. Kita pakai istilah menyingkir, bukan mengungsi, karena kalau mengungsi kesannya kalah.”
Bagiku perkataan narasumber itu (seorang bapak yang aku lupa namanya) luar biasa. Menunjukkan betapa beliau memahami Merapi. Aku menangkap kesan bahwa beliau tidak menganggap Merapi marah dan kejam kepada manusia yang hidup di sekitarnya tetapi memang sudah waktunya bagi Merapi untuk beraktifitas sehingga masyarakat yang harus menyingkir jika tidak ingin menjadi korban dari aktifitas tersebut.
Gunung Merapi dan gunung-gunung berapi lainnya memang mengerikan ketika meletus tetapi abu vulkanik yang tersebar di tanah adalah obat pemulih kesuburan yang sudah hampir habis digerus manusia. Banjir bandang terjadi akibat sebagian besar hutan yang tidak dijaga dengan baik, adalah tanda bahwa alam sedang mengamankan harta warisan (hutan dan isinya) generasi masa depan dari manusia-manusia serakah yang hidup saat ini. Begitu pula ketika gelombang besar dari laut yang masuk menghantam daratan merupakan peringatan bagi kita untuk menjaga hutan bakau dan terumbu karang – hutan tropis bawah laut – bagi anak cucu kita kelak. Bumi tidak mau generasi mendatang hanya bisa melihat ikan paus, gajah, singa, harimau, panda, beruang kutub, burung cenderawasih, burung hornbill dan sebagainya dari rekaman video yang kita buat saat ini.
Ketika kita tidak lagi memandang bumi semata-mat a dari keuntungan ekonomi saja, maka kita tidak akan berprasangka buruk pada alam. Selama ini bumi tidak berkeberatan memberikan apa saja yang manusia butuhkan secara berlimpah dan menerima apa saja sampah yang dilemparkan manusia padanya tanpa mengeluh. Alam tidak sedang marah, karena alam tidak bisa marah. Menurutku bumi kita sedang mengembalikan keseimbangannya demi kelangsungan kehidupan karena bumi mencintai kita, juga mencintai anak cucu kita.
Marilah kita lebih peka terhadap tanda-tanda yang diberikan oleh alam, baik tanda kecil maupun besar, dan tetap percaya bahwa alam ada demi manusia.
(Renungan seorang pedagang buku yang beruntung bisa memandang gunung dan langit dari meja kerjanya)
No comments:
Post a Comment