Taksi – sebutan angkot untuk kota Manokwari – yang aku naiki memperlambat jalannya di depan seorang ibu berusia sekitar 50 tahunan yang berdiri bersama seorang anak balita. Sang ibu naik dan segera duduk di bangku belakang bersama anak kecil tersebut. Karena aku duduk dekat pintu, secara refleks aku menjulurkan tangan hendak menutup pintu mobil. Gerakkanku tertahan oleh seorang pria yang membawa sekotak tile dan memberikan kotak itu kepada ibu yang duduk di belakangku sambil berkata,”Hati-hati ya, Bu. Kalau angkat harus pegang bagian bawah ini.” Si ibu mengangguk dan berterima kasih.
Sambil menjalankan mobil, sang sopir angkot tiba-tiba berkata,”Bagian bawah tile itu tidak ada kartonnya. Kenapa ibu terima saja dikasih tile yang kotaknya tidak utuh. Kalau salah angkat bisa pecah semua. Kenapa Ibu mau?!.” Tentu saja dengan nada ngomel. Aku tidak mendengar si ibu menjawab komentar sopir angkot. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa geram dengan sang sopir yang sok bijaksana. Memangnya kenapa sih kalau ibu itu menerima saja tile dengan kotak yang tidak utuh. Siapa tahu memang tidak ada pilihan yang lain. Lha wong dia beli pakai uangnya sendiri, bukan minta pak sopir. Apa dengan mengomel begitu, kotak tile bisa menjadi utuh secara tiba-tiba. Kan kasihan sang ibu, pagi-pagi sudah diomeli sama orang yang tidak dikenalnya. Duh…duh…. Kok aku yang jadi senewen.
Aku turun dari taksi, masuk ke rumah, sarapan dan mulai membuka toko buku. Seorang laki-laki Papua masuk bersama 2 remaja pria dan menanyakan tentang buku-buku pelajaran SD seraya menyerahkan kertas kumal berisi tulisan tentang nama-nama buku yang dia inginkan:
Matematika, PPKN, Bahasa Indonesia, Sains, IPS semuanya untuk kelas 4. Aku menunjukkan buku Bahasa Indonesia dan IPS saja karena yang lain sudah habis. Tiba-tiba aku mendengar laki-laki itu berkomentar,”Tidak lengkap!” Walaupun diucapkan untuk dirinya sendiri, aku merasa agak tersinggung juga. Akhirnya mereka bertiga keluar.
Kenapa sih suka mengeluh tentang apa yang tidak ada? Kenapa tidak mencoba untuk melihat pada yang ada saja? Ini Manokwari di mana toko buku cuma ada 3 dan punyaku adalah toko buku yang sebenarnya sedangkan dua yang lain adalah toko buku setengah toko onderdil motor dan toko buku setengah toko stationary. Harusnya dia bersyukur dong masih ada orang yang rela membuka toko buku dan berani untuk fokus di situ walaupun jumlah penduduk dan minat baca di kota ini masih belum menjanjikan sebuah toko buku bisa sebesar Gramedia di Jawa sana.
Tapi sudahlah……….. Aku tidak berhak untuk mengomel juga hanya karena orang-orang di sekitarku suka menggerutu. Sebenarnya masih banyak yang baik yang bisa aku syukuri seperti: anak-anak kecl yang selalu bisa bergembira di tengah keadaan apapun, orang-orang dari pedalaman yang lugu yang mudah tersenyum, dan buah-buahan tropis segar, baru dipetik, yang melimpah di kota ini dengan harga murah serta masih banyak lagi. Janji pada diriku sendiri saat ini adalah: Ngomel?........No Way!!!!!!!!